Bukan Kebahagiaan Semu
Bukan Kebahagiaan Semu
(Amsal 19:8)
Setiap orang tentunya ingin bahagia di dalam hidupnya. Menurut
Anda apa bahagia itu? Tentunya definisi bahagia setiap orang berbeda-beda. Ada
yang ingin bahagia dengan memiliki harta benda, atau bahagia dengan kesehatan,
bahagia karena adanya anak-anak di dalam kehidupannya atau sukses dalam studi
dan karirnya, dll. Alih-alih orang ingin mendapatkan kebahagiaan, kadang pula
ada yang mencari kebahagiaan dengan cara yang tidak tepat sehingga akan
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Ada satu filsafat yang disebut Stoa yaitu filsafat stoikisme
mengajak kita untuk hidup realistis, membaca/memahami diri, antisipasi diri,
dan mengevaluasi diri. Hidup manusia harus siap dengan berbagai tantangan dan
hambatan. Hidup harus benar-benar realistis dan tidak mengkhayalkan sesuatu
yang tidak-tidak. Kita juga harus mengantisipasi untuk hidup dalam kemungkinan
situasi terburuk. Orang Jawa menyebutnya nrimo ing pandum, yakni
tidak berlebihan, menghadapi dunia apa adanya, dan berorientasi pada
kesejahteraan dan kebahagiaan sejati.
Stoikisme ini mengajarkan kita untuk menghargai waktu. Ada
pemahaman bahwa realitas adalah proses riil yang harus dihadapi dengan
sungguh-sungguh agar hidup manusia menjadi lebih baik dan lebih etis dari
sebelumnya. Filsafat
stoikisme memiliki panduan praktis yang dapat diterapkan dalam cara berpikir.
Di antaranya, fokus pada hal yang bisa dilakukan, pengelolaan waktu dengan
baik, fokus dengan jalan keluar dari berbagai hambatan, berbahagia tanpa ada
sikap egois dan sombong, serta selalu realistis dan antisipatif.
Filsafat stoikisme mengajak umat manusia untuk benar-benar
memiliki keutamaan hidup dengan sikap praktis dalam hidup yang membahagiakan.
Pencapaiannya melalui fokus diri, refleksi diri, dan antisipasi diri. Filsafat
Stoa sendiri menyatakan bahwa hidup ini perlu berkomitmen untuk mengejar “hidup yang
layak” yang sesuai dengan Firman Tuhan, melalui praktik sehari-hari dari empat
kebajikan Stoa, yaitu keberanian, keadilan, pengendalian diri dan kebijaksanaan.
Kebajikan tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan perlu adanya
keseimbangan antara keempat kebajikan tersebut dan tertuang dalam kehidupan
sehari-hari.
Kadangkala orang berfikir untuk mendapatkan kebahagiaan maka akan
melakukan segala cara agar orang dapat menemukan apa yang mereka inginkan.
Akhirnya segala cara dilakukan demi memuaskan hawa nafsu sehingga tidak dapat
mengendalikan diri. Padahal tidak semua hal yang dilakukannya akan mendapatkan
kepuasan. Memang benar orang memerlukan keberanian, tetapi juga hendaknya
diimbangi dengan kebijaksanaan. Semakin orang masuk di dalam hawa nafsu maka
mereka akan semakin terjerat pada belenggu yang menjadikan mereka semakin jauh
dari kebahagiaan. Atau mungkin yang dirasakan hanyalah kebahagiaan semu atau
kebahagiaan yang tidak riil/nyata.
Akhir-akhir ini yang sedang marak adalah adanya judi online. Kita
tahu bahwa ada beberapa hal yang menjadikan bahaya judi online yaitu:
1.
Kecanduan hingga meningkatkan risiko bunuh diri
2.
Kian terpuruknya kondisi keuangan diri dan keluarga
3.
Memicu tindakan kriminal dan atau membahayakan orang lain
4.
Pelanggaran privasi dan tersebarluasnya data pribadi
5.
Rusaknya hubungan baik di keluarga dan pihak lain
6.
Terjebak lingkaran setan dan pinjaman online ilegal
7.
Anak terancam putus sekolah dan kehilangan masa depan
Komentar
Posting Komentar